Alkisah, di pinggir sebuah kota, tinggal seorang seniman pematung
yang sangat terkenal di seantero negeri. Hasil karyanya yang halus,
indah, dan penuh penghayatan banyak menghiasi rumah-rumah
bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu. Bahkan, di dalam istana
kerajaan hingga taman umum milik pemerintah pun, dihiasi dengan
patung karya si seniman itu. Suatu hari, datang seorang pemuda yang
merasa berbakat memohon untuk menjadi muridnya. Karena niat dan
semangat si pemuda, dia diperbolehkan belajar padanya. Bahkan, ia juga
diijinkan untuk tinggal di rumah paman si pematung. Sejak hari itu,
mulailah dia belajar dengan tekun, mengukur ketepatan bahan adonan
semen, membuat rangka, cara menggerakkan jari-jari tangan, dan
mengenali setiap tekstur sesuai bentuk dan jenis benda yang akan dibuat
patung, dan berbagai kemampuan mematung lainnya. Setelah belajar
sekian lama, si murid merasa tidak puas. Sebab, menurutnya, hasil
patungnya belum bisa menyamai keindahan patung gurunya. Dia pun
kemudian menganalisa dengan seksama, lantas memutuskan meminjam
alat-alat yang biasa dipakai gurunya. Dia berpikir, rahasia kehebatan
sang guru pasti di alat-alat yang dipergunakan. “Guru, bolehkan saya
meminjam alat-alat yang biasa Guru pakai untuk mematung? Saya ingin
mencoba membuat patung dengan memakai alat-alat yang selalu dipakai
guru agar hasilnya bisa menyamai patung buatan Guru.” “Silakan pakai,
kamu tahu dimana alat-alat itu berada kan? Ambil saja dan pakailah,”
jawab sang guru sambil tersenyum. Selang beberapa hari, dengan wajah
lesu si murid mendatangi gurunya dan berkata, “Guru, saya sudah
berusaha dan berlatih dengan tekun sesuai petunjuk Guru, memakai alatalat
yang biasa dipakai Guru. Kenapa hasilnya tetap tidak sebagus
patung yang Guru buat?” “Anakku, gurumu ini belajar dan berlatih
membuat patung selama puluhan tahun. Mengamati obyek benda,
mencermati setiap gerak dan tekstur, kemudian berusaha
menuangkannya ke dalam karya seni dengan segenap hati dan seluruh
pikiran. Tidak terhitung berapa kali kegagalan yang telah dibuat, tapi
tidak pernah pula berhenti mematung hingga hari ini. Bukan alat-alat
bantu yang engkau pinjam itu yang kamu butuhkan untuk menjadi
seorang pematung handal, tetapi jiwa seni dan semangat untuk
menekuninya yang harus engkau punyai. Dengan begitu, lambat laun
engkau akan terlatih dan menjadi pematung yang baik.” “Terima kasih
Guru, saya berjanji akan terus berlatih, mohon Guru bersabar mengajari
saya.” Untuk menciptakan sebuah maha karya, tidak cukup hanya
mengandalkan talenta semata. Kita butuh proses belajar dan ketekunan
berlatih bertahun-tahun. Bahkan, meski dibantu alat-alat secanggih
apapun, hasil yang didapat sebenarnya sangat tergantung pada tangantangan
terampil dan terlatih yang menggerakkannya. Demikian pula
dalam kehidupan ini, jika ingin meraih prestasi yang gemilang, ada harga
yang harus kita bayar! Apapun bidang yang kita geluti, apapun talenta
yang kita miliki, kita membutuhkan waktu, fokus dan kesungguhan hati
dalam mewujudkannya hingga tercapai kesuksesan yang
membanggakan!!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Bebas komentar, asalkan tidak mengandung SARA, penghinaan, ataupun hall2 yg tidak sopan, juga tidak untuk beriklan ataupun promosi.